Nama
lengkapnya adalah Abu abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirbin Amr bin
al-Haris bin Ghaiman bin Jutsail binAmr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imam malik
dilahirkan di Madinah al Munawwaroh. sedangkan mengenai masalah tahun
kelahiranya terdapat perbedaaan riwayat. al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat
fuqoha meriwayatkan bahwa imam malik dilahirkan pada 94 H. ibn Khalikan dan
yang lain berpendapat bahwa imam malik dilahirkan pada 95 H. sedangkan Imam
Adz-Dzahabi meriwayatkan imam malik dilahirkan 90 H. Imam yahya bin bakir
meriwayatkan bahwa ia mendengar malik berkata : " Aku dilahirkan pada 93 H
". dan inilah riwayat yang paling benar (menurut al-Sam'ani dan ibn
farhun).
Imam
Malik belajar hadis kepada ayah dan paman-pamannya. Beliau juga berguru ke
beberapa ulama terkenal di masanya, yaitu: Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab
Al-Zuhri, Abu Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said Al Anshari, Muhammad bin
Munkadir, Abdurrahman bin Hurmuz dan Imam Ja’far Al-Shadiq. Melalui
guru-gurunya ini, Imam Malik menempa seluruh kemampuannya di berbagai bidang
keilmuan Islam, khususnya fiqih dan hadis.
Imam
Malik bin Anas dikenal luas akan kecerdasannya.Suatu waktu ia pernah dibacakan
31 buah Hadis Rasulullah SAW dan mampu mengulanginya dengan baik dan benar
tanpa harus menuliskannya terlebih dahulu.
Ia menyusun kitab Al Muwaththa', dan
dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia
menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.
Kitab
tersebut menghimpun 100.000 hadis, dan yang meriwayatkan Al Muwaththa’ lebih
dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah
30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah
riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.
Sejumlah
‘Ulama berpendapat bahwa sumber sumber hadis itu ada tujuh, yaitu Al Kutub as
Sittah ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad Darimi
sebagai ganti Al Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibnu Hazm
berkata,” Al Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan hadis, aku belum
mengetahui bandingannya.
v Perjalanannya Menuntut Ilmu
Imam
Malik memulai perjalanan menuntut ilmunya sejak kecil. Ibnu Wahab meriwayatkan
bahwa Imam Malik berkata: “Aku mendatangi Nafi’ maula Umar dan ketika itu aku
masih kecil.”
Setelah
menghafal Al-Qur’an, Imam Malik kecil mengemukakan maksudnya untuk pergi ke
majelis ulama guna mencatat ilmu dan mempelajarinya. Mutharrif meriwayatkan:
“Malik berkata: ‘Aku memohon restu pada ibuku, ‘Apakah sebaiknya aku pergi
untuk mencatat ilmu?’ Maka ibuku berkata, ‘Kemarilah, pakailah pakaian ilmu.’
Lalu ia memakaikan baju yang menjuntai dan meletakkan peci panjang di kepalaku,
dan meletakkan sorban di atasnya, kemudian berkata, ‘Pergilah, dan mencatatlah
sekarang”.
Imam
Malik juga berkata: “Ibuku memakaikan sorban untukku kemudian berkata kepadaku,
‘Pergilah kepada Rabi’ah, belajarlah adab darinya sebelum belajar ilmunya.”
Imam Malik kemudian sangat
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, hadits, fiqih, dan ilmu lainnya, serta
belajar intensif kepada ulama dan ahli hadits, dan menulis banyak bidang
keilmuan.
Ibnu
Kinanah meriwayatakan bahwa Imam Malik berkata, “Dulu aku memiliki kotak-kotak
ilmu yang hilang. Jika masih ada, ia lebih aku cintai daripada keluargaku dan
hartaku.” Ia juga berkata, “Aku menulis dengan tanganku sendiri seratus ribu
hadits”.
Imam
Malik menjadi terkenal sebagai orang yang pandai, hanya saja belum duduk untuk
mengajarkan hadits dan memberi fatwa. Abu Mush’ab berkata, “Aku mendengar Malik
bin Anas berkata: ‘Aku tidak akan berfatwa kecuali ada 70 ulama bersaksi
untukku bahwa aku layak untuk itu.”
Khalaf
bin Amr berkata, “Aku mendengar Malik bin Anas berkata: ‘Aku tidaklah menjawab
permintaan fatwa hingga aku bertanya kepada orang yang lebih berilmu dariku,
apakah ia berpendapat bahwa aku pantas untuk itu? Aku bertanya kepada Rabi’ah
dan Yahya bin Sa’id; dan keduanya memerintahkanku untuk melakukannya.’ Maka aku
bertanya kepadanya, ‘Wahai Abu Abdillah, jika mereka melarangmu?’ Ia menjawab,
‘Aku akan berhenti; tak layak bagi seseorang memandang dirinya layak untuk
suatu hal sampai ia bertanya kepada orang yang lebih berilmu darinya.’”
v Guru Imam Malik yang Termasyhur
Imam
Malik sangat berhati-hati dalam memilih guru. Ibnu Uyainah berkata, “Alangkah
kerasnya kritik Imam Malik untuk tokoh perawi hadits, dan alangkah pahamnya ia
tentang kondisi dan keadaan mereka.”
Ibnu Wahab meriwayatkan bahwa Imam
Malik berkata, “Aku telah berjumpa di negeri ini dengan suatu kaum yang jika
meminta hujan dengan perantaraan mereka pastilah ia akan turun, mereka telah
mendengarkan banyak ilmu dan hadits, namun tidaklah aku meriwayatkan suatu
hadits pun dari mereka; walaupun mereka adalah orang-orang yang komitmen dengan
rasa takut kepada Allah dan zuhud. Karena utrusan ini—yakni hadits dan
fatwa—memerlukan orang yang memiliki ketakwaan, wara’, keterjagaan, itqan,
ilmu, serta pemahaman, sehingga ia memahami apa yang keluar dari kepalanya dan
apa yang akan sampai kepadanya esok hari.”
Oleh
karena kehati-hatiannya yang keras terhadap perawi yang ia ambil riwayatnya
maka ulama hadits menyatakan kaidah, “Setiap perawi yang darinya Malik
mengambil riwayat, maka ia adalah terpercaya.”
Meskipun demikian,
jumlah guru Imam Malik tetaplah banyak; ada 300 orang dari kalangan tabi’in,
dan 600 orang dari kalangan tabi’ut tabi’in. Diantara gurunya yang paling
masyhur, yang sangat berpengaruh dan paling intensif kebersamaannya dengan
mereka, serta paling banyak diambil ilmunya adalah:
1. Nafi’ maula Umar (wafat 117 H)
2. Muhammad bin Syihab Az-Zuhri
(wafat 124 H)
3. Muhammad bin Al-Munkadir (wafat
130 H)
4. Abu Ziyad Abdullah bin Dzakwan
(wafat 130 H)
5. Ishaq bin Abdillah bin Abi
Thalhah (wafat 132 H)
6. Abdullah bin Abu Bakar bin Hazm
(wafat 135 H)
7. Zaid bin Aslam (wafat 136 H)
8. Yahya Sa’id Al-Anshori (wafat 143
H)
9. Hisyam bin Urwah (wafat 145 H)
10. Abdullah bin Yazid bin Hurmuz
(wafat 148 H)
v Murid-murid Imam Malik yang
Termasyhur
Jumlah
murid-murid Imam Malik dan yang meriwayatkan darinya demikian banyak. Berasal
dari Hijaz, Iraq, Khurasan, Yaman, Syam, Mesir, Maroko, dan Andalus (Spanyol).
Al-Hafidz Abu al-Hasan Ali bin Umar Ad-Daruquthni dalam kitabnya Ar-Ruwat ‘an
Malik bin Anas berpendapat jumlah mereka mencapai 1000 orang.
Begitu tingginya posisi Imam Malik
dalam fiqih dan ilmu serta kedudukannya yang agung dalam hal kekuatan hafalan
dan pemahaman, hingga mencapai kondisi dimana sebagian guru Imam Malik
mengambil riwayat darinya; seperti Yahya bin Sa’id, pamannya yaitu Abu Suhail,
dan beberapa teman sejawatnya; seperti Al-Auza’i (wafat 157 H), Al-Laits bin
Sa’d (wafat 175 H), Syu’bah bin al-Hajjaj (wafat 160 H), dan dua Sufyan.
Diantara murid-muridnya yang
termasyhur adalah:
1. Muhammad bin Al-Hasan as-Syaibani
(wafat 189 H)
2. Abdurrahman bin Al-Qasim (wafat
191 H)
3. Abdullah bin Wahab (wafat 197 H)
4. Main bin Isa (wafat 198 H)
5. Asyhab bin Abdul Aziz al-Qisi
(wafat 204 H)
6. Abdullah bin Abdul Hakam (wafat
210 H)
7. Asad bin Al-Furad (wafat 213 H)
8. Abdul Malik bin Al-Majisyun
(wafat 214 H)
9. Abdullah bin Maslamah al-Qa’nabi
(wafat 221 H)
10. Asbagh bin al-Faraj (wafat 225
H)
11. Yahya bin Yahya al-Laitsi (wafat
234 H)
12. Abu Mus’ab Ahmad bin Abi Bakar
Az-Zuhri (wafat 242 H)
v Karangan Imam Malik
Tidak
ada karangan Imam Malik yang terkenal selain Al-Muwatha’. Namun ada karangan
yang diriwayatkan dari Imam Malik diantaranya adalah:
1. Risalah untuk Ibnu Wahab tentang
qadar, dan bantahan atas paham Qadariyah.
2. Kitab dalam ilmu tafsir tentang
Gharib Al-Qur’an.
3. Risalah tentang Peradilan yang
ditulis untuk beberapa hakim.
4. Risalah tentang fatwa kepada Abu
Ghassan Muhammad bin Mutharrif.
5. Risalah kepada Al-Laits bin Sa’d
tentang ijma’ penduduk Madinah.
v Pujian Para Ulama
Imam
Ibnu Syihab Az-Zuhri rahimahullah berkata kepada Imam Malik, “Engkau termasuk
lumbung ilmu, dan sungguh, engkau adalah sebaik-baik gudang ilmu.”
Imam Abdurrahman bin Mahdi
rahimahullah berkata, “Aku tak pernah melihat orang yang lebih berwibawa dan
lebih sempurna akalnya, serta lebih takwa dari Malik.”
Imam Syafi’i rahimahullah berkata,
“Jika disebut ulama, maka Malik adalah bintang. Dan tidak seorangpun sampai
pada tingkat keilmuan Malik; karena kekuatan hafalan, itqan, dan integritasnya.
Dan barangsiapa menginginkan hadits shahih hendaklah menemui Malik.” Ia juga
berkata, “Malik bin Anas adalah guruku.” , Dalam riwayat lain: “Ustadzku”, “Tak
seorangpun lebih berjasa bagiku melebihi Malik.”
Imam bin Sa’d rahimahullah berkata,
“Malik adalah perawi tsiqah, terpercaya, teguh, wara’, pakar, alim, dan punya
otoritas.”
Imam Ahmad rahimahullah berkata,
“Malik adalah pemimpin dari jajaran pemimpin ilmuwan. Dan ia imam dalam bidang
hadits dan fiqih.”
v Wafatnya Imam Malik
Imam
Malik rahimahullah wafat pada suatu pagi hari di hari Ahad, tanggal 10 Rabi’ul
Awwal 179 H/795 M dalam usia sekitar 87 tahun, dan dimakamkan di pemakaman
Baqi’ di Madinah.
Komentar
Posting Komentar
terimakasih banyak...!
mohon kritik dan saran:
di sini